Tragedi Stadion Kanjuruhan, Tubagus: Suara Minta Tolong Masih Ada di Kepala Saya

03 Oktober 2022 06:00

GenPI.co Jatim - Tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10) yang menyebabkan ratusan korban jiwa, menjadi duka bagi Aremania.

Kejadian ini membuat banyak orang trauma, seperti halnya yang dirasakan Tubagus.

Dia merupakan Aremania yang hadir di Stadion Kanjuruhan pada saat laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1.

BACA JUGA:  Tragedi Kanjurahan Tak Ada Hubungannya dengan Bonek

Tubagus menjelaskan, tragedi di Stadion Kanjuruhan sangat memukul psikis dan hatinya.

Bahkan ketika penembakan gas air mata itu terjadi, teriakan dan isak tangis seorang ibu dan anak-anak tak pernah hilang dari kepalanya. Suara yang awalnya semangat untuk mendukung tim Singo Edan berakhir dengan duka.

BACA JUGA:  Gubernur Khofifah Siapkan Santunan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan

“Suara minta tolong dan tangisan rasa takut masih ada di kepala saya. Di tribun gas air mata ditembakkan hingga tembok belakang tribun. Anak-anak menangis,” ucap Tubagus kepada GenPI.co Jatim, Minggu (2/10).

Tindakan anarkis aparat pengamanan yang dinilai sembrono itu menyebabkan luka bagi keluarga korban.

BACA JUGA:  Pelatih Arema FC Buka Suara Pasca-kalah dari Persebaya

Dia menilai, setelah kejadian ini, sepak bola di Malang tidak akan sama seperti biasanya. Semangat mendukung tim kebanggaan menjadi bencana.

Tubagus bersaksi, bahwa suara isak tangis perempuan dan anak-anak masih terus menghantuinya ketika dia berkunjung ke stadion atau mendengar kata sepak bola.

“Sudah tidak ada lagi Arema. Saya putuskan hari ini tidak akan lagi ada kata Arema dalam hidup saya, apa itu sepak bola jika akhirnya adalah seperti ini,” imbuhnya.

Derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berakhir duka akan terus dia kenang. Peristiwa ini sangat menyayat hati Tubagus.

Menurutnya, slogan sepak bola tidak sebanding dengan nyawa sudah bosan dia dengarkan dan terus digembar-gemborkan.

Hal ini merujuk pada kejadian Sabtu (1/10) malam, dimana saat kejadian meletus, banyaknya suporter yang ingin keluar akibat tembakan gas air mata, justru mengalami kesulitan.

Minimnya tenaga medis dan akses keluar yang padat suporter, menjadi faktor utama banyaknya korban jiwa berjatuhan.

Menurutnya, 10 menit terakhir pertandingan pintu masih belum terbuka, bahkan ketika ada peristiwa tembakan gas air mata pintu pun tak kunjung terbuka.

“Basi jika bilang sepak bola taruhan nyawa. Ini peristiwa kemanusiaan. Harus ada yang tanggung jawab,” pungkasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM