GenPI.co Jatim - Perajin tahu dan tempe di Kota Surabaya melakukan aksi mogok produksi, sebagai bentuk protes kenaikan harga kedelai.
Aksi mogok produksi para perajin tersebut terhitung sejak Senin (21/2) hingga Rabu (23/3). Keputusan ini juga berpengaruh pada pengusaha gorengan.
Astina salah seorang pengusahan gorengan tahu baso mengatakan sampai hari ini dirinya masih bisa memproduksi produk dagangannya dengan mengandalkan stok yang dimilikinya.
Namun, dia mengaku tak bisa tenang. Sebab, ketersedian tahu yang dimilikinya sudah semakin tipis.
"Sebelum ada kabar yang (perajin tahu dan tempe, red) berhenti produksi itu, tetapi kan mogoknya sampai Rabu, nah setelah Rabu itu gak tau stokku cukup apa tidak," kata Astina kepada GenPI.co Jatim, Selasa (22/2).
Dirinya belum menentukan setelah ini apakah bakal menaikan harga dagangannya atau tidak. Astina memilih untuk melihat perkembangan tahu sebagai bahan bakunya.
"Kalau sekarang belum tahu, soalnya dapat tahu itu harga lama (sebelum mogok produksi), ya kalau harga tahu naik ya ngitung lagi aku," terangnya.
Astina khawatir jika kenaikan harga kedelai tak segera teratasi bisa memicu melonjaknya harga tahu di pasaran. Tentu hal tersebut akan memengaruhi omzet yang dagangannya.
"Jangankan (naik, red) Rp1.000, Rp500 itu sudah gonjang-ganjing pasti turun penjualan," jelasnya.
Senada dengan Astian, Diki salah seorang pedagang gorengan di wilayah Rungkut, Kota Surabaya, juga masih bisa berdagang lantaran memiliki stok tahu dan tempe.
"Sudah nyetok buat tiga hari, tempe dan tahu aman," jelasnya.
Soal harga, dirinya tak menaikan harga gorengan dagangannya, lantaran harga tahu dan tempe yang didapatnya masih harga lama.
"Tetap, gak ada yang kenaikan," ucapnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News