GenPI.co Jatim - Perajin tempe di Kota Surabaya kembali membuka usahanya, setelah melakukan aksi mogok produksi pada 21-23 Februari 2022, sebagai sikap protes atas kenaikan harga kedelai.
Ghofur R, salah satu seorang perajin tempe di Kampung Tempe, Jalan Tenggilis Kauman, Surabaya menyebut kembali membuka usahanya per Kamis (24/2).
Ironi bagi Ghofur, sebab meski telah melakukan aksi mogok, nyatanya tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap harga kedelai di pasaran.
"Sekarang (harga kedelai) malah naik, jadi Rp11.200 sekilo. Naik Rp200," kata Ghofur kepada GenPI.co Jatim.
Meski harga meroket, dirinya lebih memilih tak ikut menaikan harga tempe olahannya.
Keputusan menaikan harga tempe itu dirasanya sulit, lantaran bisa mempengaruhi pemasukannya sehari-hari.
"Nanti sepi, gak ada yang mau beli," jelasnya.
Walhasil, guna menyikapi kenaikan harga kedelai, dia lebih memilih untuk memperkecil bentuk tempe produksinya.
Harga satuan tempe miliknya dihargai sebesar Rp 1.500. Sedangkan, pedagang eceran biasanya hanya menaikan harga sebesar Rp 500 per biji.
Ghofur menambahkan, selama aksi mogok produksi omzet penjualannya turun hingga Rp 3 juta.
Meski begitu, aksi mogok ini tetap dilakukan. Sebab, dia khawatir jika tak mengikuti instruksi bisa berdampak pada keselamatan pengecernya.
"Sebenarnya bukan mogok tapi libur, karena demi keamanan. Takutnya pengecer saya di sakiti di jalan atau di obrak Abrik dagangannya, oleh karena itu saya ikut berhenti produksi," terangnya.
Sebelumnya, Pengerajin tempe di Kampung Tempe, Tenggilis Kauman, Kota Surabaya memulai aksi mogok produksi, per Senin (21/2).
Keputusan tersebut guna menyikapi surat edaran bernomor 01/PPT/Jatim/II/2022 yang diterbitkan oleh Paguyuban Pengrajin Tempe dan Tahu Wilayah Surabaya dan Sekitarnya, terkait kenaikan harga kedelai. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News