Ekonom Unair Beberkan Penyebab Harga Daging Sapi Naik, Simak

16 Maret 2022 05:00

GenPI.co Jatim - Ekonom Universitas Airlangga (UNAIR) Rossanto Dwi Handoyo memaparkan alasan kenaikan harga daging sapi di Indonesia.

Lonjakan harga dipengaruhi oleh kondisi permintaan (supply) daging sapi yang berkurang dan penawaran (demand) yang meningkat.

Jika dilihat dari segi supply dalam negeri, stok daging sapi sekitar 473.000 ton. Sedangkan kebutuhan masyarakat sebanyak 696.000 ton.

BACA JUGA:  BRImo Permudah Transaksi Uang Hingga Beli Tiket, Mantap!

"Sehingga ada kekurangan pasokan daging sapi domestik sekitar 250.000 ton. Kekurangan tersebut kemudian dipenuhi dari impor," kata Rossanto tertulis, Selasa (15/3).

Faktor selanjutnya, Rossanto menyebut impor daging selama ini berasal dari Australia.

BACA JUGA:  Lowongan Kerja Telkomsel, Buruan Cek Persyaratannya

Pemerintah Australia pada 2022 telah menerbitkan kebijakan pengurangan ekspor sapi hidup bakalan yang sebelumnya 80 persen menjadi 44 persen.

"Sehingga pasokan kebutuhan daging sapi domestik Indonesia akan berkurang pula," terangnya.

BACA JUGA:  BRI Sukses Jalankan Transformasi Digital, Hasilnya Positif

Pasokan daging sapi berkurang karena selama ini Indonesia hanya mengimpor sapi bakalan dari Australia. "Dari segi kebutuhan dalam negeri dan konsumsi daging dalam negeri, juga mengalami kenaikan," ujarnya.

Kebijakan ekspor tersebut juga menyebabkan harga sapi hidup bakalan dari Australia meningkat. Pada 2020 sekitar $2,8 atau Rp39.000 per kg sapi berat hidup. Kemudian pada 2021, ada kenaikan sekitar $3,78 dollar atau sekitar Rp52.000 per kg berat sapi hidup.

"Kenaikan impor sapi bakalan sekitar 30 persen ini juga akan mendorong kenaikan harga sapi dan menyebabkan biaya produksi ikut meningkat," jelasnya.

Konsumsi daging dalam negeri meningkat dari 2,3 kg per kapita menjadi 2,5 kg per kapita. Dalam kondisi supply yang berkurang dan demand yang meningkat, otomatis akan berpengaruh kepada harga daging sapi.

Selama ini masyarakat Indonesia mengonsumsi daging sapi yang hidup, bukan frozen meat atau daging beku.

"Kebutuhan daging sapi segar di Indonesia sekitar 85 persen, sedangkan 15 persen sisanya adalah frozen meat," tambahnya.

Selain faktor tersebut, dia menjelaskan, ada biaya terkait dengan rantai distribusi penjualan daging sapi domestik.

"Rantai distribusi daging sapi di Indonesia sangat panjang yang juga membuat harga daging sapi bertambah mahal," jelasnya.

Rossanto menjelaskan, rantai distribusi daging sapi d Indonesia sangat panjang, mulai dari peternak hingga berakhir di tangan konsumen. Kemudian, peternak menjual sapi hidup kepada pedagang grosir berskala besar atau pengepul, selanjutnya pengepul menyerahkan kepada rumah potong hewan (RPH).

"Setelah proses pemotongan hewan di RPH, daging sapi didistribusikan kepada pedagang grosir berskala kecil lalu ke konsumen," imbuhnya.

Rantai distribusi yang panjang juga membuat rantai ekonomi meningkat. Setiap rantai distribusi pastinya akan mengambil keuntungan. Lima rantai distribusi tersebut akan mendorong kenaikan harga daging sapi. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM