PWNU Jatim Haramkan Kripto, ini Penjelasannya

10 November 2021 05:30

GenPI.co Jatim - Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) mengharamkan cryptocurrency atau kripto berdasarkan hasil Bahtsul Masail.

Mata uang digital itu dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai alat tukar.

Khatib Syuriah PWNU Jawa Timur, KH Syafruddin Syarif mengatakan, jika disebut sebagai komoditi (sil'ah) dalam hal sebagai alat jual-beli, maka barang atau sil'ah harus berwujud nyata.

BACA JUGA:  PWNU Jatim Keluarkan Fatwa Haram Cryptocurrency, Ini Alasannya

"Sesuatu itu bisa dijual, diberikan atau diwariskan itu ada barangnya, bukan fiktif bukan maya," kata Syafruddin di Lobi Kantor PWNU Jawa Timur, Selasa (2/11).

Terdapat 7 kriteria sebagai syarat barang bisa diperjualbelikan :

BACA JUGA:  Pakar Sebut Kripto Bisa Bikin Bingung Bila Dijadikan Mata Uang

- Jika barang tersebut suci (Mahfum, bahwa barang tersebut suci adalah barang tersebut wujud atau ada fisiknya).

- Bisa dimanfaatkan oleh pembeli secara syara' dengan pemanfaatan yang sebanding/sejalan dengan status hartawinya secara adat.

BACA JUGA:  PWNU Jatim akan Bahas Uang Kripto Haram di Muktamar NU Lampung

- Bisa diserahkan terimakan secara hissy (maqduran ala taslimihi hissan) dan secara syar'i.

- Pihak yang berakad menguasai pelaksanaan akadnya.

- Mengetahui baik secara fisik dengan jalan melihat atau secara karakteristik dari barang.

- Selamat dari akad riba.

- Aman dari kerusakan sampai barang tersebur sampai di tangan pembelinya (qabdl). Dengan kata lain, sil'ah wajib terdiri dari barang yang bisa dijamin penunaiannya.

Aset kripto sendiri tidak memenuhi kategori sebagai sil'ah secara fikih karena tidak masuk kategori ain musyahadah (barang fisik) dan tidak masuk ke dalam kategori syaiin maushuf di al-dzimmah (barang berjamin aset).

Lebih lanjut, kripto pun dikatakan sebagai aset ma'dum atau fiktif.

"Cryptocurrency juga tidak memiliki potensi untuk bisa diserahterimakan secara hissan (inderawi)," jelasnya.

Terkait aset sendiri ia mencontohkan, ketika seseorang membeli sebuah alat dengan spesifikasi warna hitam, maka yang dijual bukan hanya soal warnya tetapi juga alatnya.

Artinya dalam hal ini adalah wujud benda harus ada atau nyata.

"Kalau belum ada wujudnya bagaimana kita bisa menjual sesuatu," jelasnya.

Sementara itu, ia menyebut kripto sendiri jelas berbeda dengan e-money. E-money tidak ada fluktuasi atau tetap jumlahnya.

Kemudian selanjutanya pembelian barang berupa tanda, salah satunya yakni saham juga dinilai sah karena nyata wujudnya, terlebih dengan adanya perusahaan itu sendiri.

"Kalau itu boleh-boleh saja, karena ada penjaminnya," jelasnya.

Keputusan ini akan dibawa ke dalam Muktamar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Lampung, pada akhir tahun mendatang. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif Reporter: Ananto pradana

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM