Mencicipi Kopi Hamur Mbah Ndut di Malang, Sudah Berdiri Sejak 1923

26 Agustus 2022 11:30

GenPI.co Jatim - Kawasan Kampoeng Heritage Kajoetangan menjadi ikon wisata Kota Malang. Di sana banyak kawasan warisan budaya yang menjadi daya tarik tersendiri.

Nah, salah satu sudut yang bisa kamu kunjungi saat berada di Kayutangan adalah Kedai Kopi Hamur Mbah Ndut.

Pemilik Hamur Mbah Ndut Rudi Haris menuturkan, kedai kopi tersebut sudah berdiri sejak 1923 oleh orangtua dari istrinya.

BACA JUGA:  Bus Trans Jatim Resmi Beroperasi, Sediakan 3 Kategori Tiket, Buruan Cek

Bahkan menurutnya, kedai kopi ini yang buka pertama kali di kawasan Kayutangan Heritage.

Sesuai namanya, Kopi Hamur Mbah Ndut banyak menyajikan beraneka macam kopi, mulai kopi tubruk, kopi susu hingga sekoteng.

BACA JUGA:  Jadwal dan Harga Tiket Pesawat Surabaya-Makassar Akhir Agustus 2022

Selain kopi, ada beberapa makanan tradisional yang disajikan, seperti onde-onde dengan harga yang ramah di kantong.

“Jadi sebelum penduduk lain itu membuat warung kopi, saya duluan. Kemudian karena tempat saya ini ramai, mulai banyak warga yang mendirikan warung kopi," kata Rudi Haris kepada GenPI.co Jatim, Kamis (28/8).

BACA JUGA:  Surabaya Gelar Festival Museum, Pamerkan Koleksi 4 Daerah, Yuk Datang!

Kopi yang beragam dengan sajian makanan tradisional semakin terasa lengkap dengan nuansa kedai yang merupakan rumah lawas.

"Kalau di sini kan rumahnya juga menunjang ya untuk spot. Ini rumah dari eyangnya istri saya, rumah punden bagi keluarga besar. Memang dari dulu dikenal rumahnya Mbah Ndut, karena tubuhnya gendut,” lanjutnya.

Menurut Rudi Haris bangunan ini tetap dipertahankan seperti aslinya. Terlihat dari bentuk dan jendela, demikian juga ubin yang masih berwarna kuning jelas memperlihatkan ciri khas rumah kuno.

Ciri khas lainnya dari Kopi Hamur Mbah Ndut adalah, perabot dan barang antik terpajang rapi di rumah ini. Mulai dari kursi dan lemari kayu lawas, teko, kaset, telepon, timbangan, tas koper, TV, hingga radio.

“Di sini juga ada banyak barang-barang lama, jadi kami keluarkan ke depan. Seperti radio itu dibeli tahun 1961, kuitansinya juga masih ada. Harganya Rp6.900 waktu itu, belinya di Toko Srikandi dulu ada di perempatan situ,” cerita.

Bapak tiga orang putra ini mengaku selalu membiarkan pintu rumahnya terbuka ini membuka kedainya setiap hari mulai pukul 08.00 WIB dan biasanya akan tutup sementara menjelang magrib dan buka lagi setelah isya.

Rudi juga bercerita bahwa di awal pembukaan Kampoeng Kajoetangan ini, dirinya pernah kedatangan dua orang tamu dari Malaysia yang merupakan penikmat rumah-rumah heritage. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM