UMK Tuai Polemik, Saran Penting Akademisi ini Menyejukkan Buruh

13 Desember 2021 08:00

GenPI.co Jatim - Pengamat ketenagakerjaan Universitas Brawijaya Mohammad Fajar Shodiq Ramadlan menyoroti ketimpangan besaran upah minimum kabupaten/kota (UMK) yang baru saja ditetapkan Gubernur Jawa Timur.

Selama ini, kata dia, ketimpangan upah wilayah ring 1 seperti Surabaya, Sidoarjo atau Gresik dengan daerah lain di Jatim jarang dibahas.

“Sementara daerah agraris seperti Nganjuk, Madiun atau Ngawi upahnya masih 2 jutaan. Ini timpang padahal harga bahan pokok di daerah tidak terlalu jauh signifikasinya,” ujarnya tertulis, Minggu (13/12).

BACA JUGA:  Pertanyakan UMK 2022, Apindo Jatim Siap Tempuh Jalur Hukum

Dosen ilmu politik itu menilai pemerintah perlu memperhatikan kondisi ketimpangan ini. Mengingat saat ini daerah agraris di Jatim sudah mulai berubah menjadi kawasan industri.

“Harusnya ada beberapa komponen yang dinegosiasikan agar tidak terlalu timpang. Harga bahan pokok di swalayan Surabaya dan Madiun relatif sama," katanya.

"Memang perlu ada hitungan selisih yang ideal meski ini juga bergantung relasi tripartit (pemerintah, pengusaha, buruh) di masing masing daerah,” imbuhnya.

BACA JUGA:  Demo Lagi, Buruh Ngotot Minta Gubernur Jatim Revisi Keputusan UMK

Fajar juga menyoroti diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan. Dia menilai sejak keluar PP tersebut maka upah tidak lagi dibahas tiap tahun melainkan hanya mengikuti inflasi.

“Jadi kondisi ini membuat kenaikan upah itu tidak signifikan. Berbeda saat sebelum ada PP no. 78 tahun 2015, upah yang ditetapkan pasti melalui survei dan tawar menawar antara ketiga pihak," ungkapnya.

BACA JUGA:  Mengkhawatirkan, UMKM Surabaya Disebut Punya 2 Masalah Serius

Peraturan pemerintah ini, menurutnya, melemahkan posisi buruh. Karena itu, tidak heran bila setiap tahun selalu ada polemik. Buruh menilai kenaikannya terlalu kecil.

Dirinya menyarankan untuk mengkaji ulang PP nomor 78 tahun 2015. Selain itu, adanya aturan tersebut memengaruhi aturan ketenagakerjaan yang lain.

“Sekalipun Omnibus Law sudah dianulir oleh MK, tapi saat PP 78 masih ada acuan ya akan tetap jadi polemik,” katanya.

Fajar berharap penetapan UMK juga memperhatikan pengusaha yang berkategori UMKM, karena berbentuk informal, bukan formal.

“Jadi kalau UMK juga diterapkan bagi UMKM maka akan memberatkan mereka. Sebab standar di industri manufaktur dan UMKM sudah berbeda,” pungkasnya

UMK Jawa Timur 2022 telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor 188/803/Kpts/013/2021.

Dari data yang ada, UMK Kota Surabaya masih menjadi yang tertinggi di wilayah Jawa Timur sebesar Rp 4.375.479,19. Sementara itu, UMK terendah di Jatim adalah UMK Sampang 2022 yakni sebesar Rp 1.922.122,97. (*)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM