GenPI.co Jatim - Pembangunan di Surabaya terus berkembang pesat setiap tahunnya. Nyaris tiada yang tersisa.
Bangunan-bangunan, mulai dari pemukiman, perkantoran hingga pertokoan memadati ruang kota yang tersisa.
Keberadaan gedung terebut tentu menggerus keberadaan ruang terbuka hijau di kota pahlawan yang mengancam keberlangsungan hidup satwa.
Ketua Komunitas Exalos Indonesia Regional Surabaya, Gede Bhayu mengkritik tentang ekosistem satwa yang semakin tergerus.
Menurutnya, harusnya manusia menjadi pelindung satwa. Bukannya, merusak habitat dan ekosistem fauna.
Karenanya, tidak heran bila ditemukan satwa liar yang kerap masuk kawasan padat penduduk. Sekalipun itu bukan habitatnya.
"Menurut saya, manusia adalah predator tertinggi. Sebab, karena ulah manusia, habitat ular rusak, ekosistemnya juga," kata Bhayu mengutip AyoSurabaya.com.
Seperti yang terjadi pada musim hujan seperti sekarang ini. Tak jarang banyak ditemukan ular yang memasuki pemukiman warga.
Menurut Bhayu, hal itu sebenarnya lumrah. Mengingat, habitat ular kian terkikis dan seolah dianggap musuh manusia.
Dia pun mengimbau kepada masyarakat dan pemerintah untuk tetap tetap melestarikan ekosistem dan habitat satwa liar.
Harapannya, tidak akan lagi mengganggu atau memasuki rumah warga hanya demi mencari mangsa atau sekadar mencari perlindungan.
"Seperti pembangunan perumahan di sawah atau hutan, itu sama saja kita menghuni ekosistemnya ular, sama saja kita tinggal bersama ular, bukan ular yang bertamu ke rumah kita," ujarnya.
Bhayu menilai itu penting, sebab jangan sampai mengikis harapan hidup para satwa.
Jangan langsung membunuuh bila bertemu dengan hewan liar. Bhayu menyarankan untuk mengevakuasi. Komunitasnya siap siaga untuk melakukannya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News