Ranah Digital Belum Aman Bagi Perempuan

11 Maret 2021 04:00

Jatim.GenPI.co - PurpleCode Collective menilai ranah digital masih belum ramah terhadap perempuan. Pernyataan itu disampaikan melalui talkshow yang diadakan Amnesty International Indonesia (AII) Chapter UNAIR. 

Perwakilan dari PurpleCode Collective Amalia Puri Handayani mengatakan, internet yang semestinya menyediakan wadah tempat untuk berekspresi dan mengutarakan pendapat malah memiliki efek samping. 

BACA JUGA: Duta Toleransi Jalani Pelatihan Selama Setahun

Budaya patriarki dan kekerasan terhadap perempuan seakan tereproduksi dalam ranah digital.

“Menilik catatan tahunan Komnas Perempuan 2020 saja, tingkat KBGO (Kekerasan Berbasis Gender Online) meningkat sebanyak 300 persen di Indonesia karena pandemi Covid-19,” ujar Amalia mengutip dari news.unair.ac.id, Selasa (9/3). 

Ia mengakui, masih banyak tantangan yang harus dilalui untuk menyuarakan penolakan kekerasan berbasis gender, khususnya di dunia digital. 

Salah satunya kompleksnya kultur patriarki yang masih menjamur di Indonesia. Selain itu, nihilnya payung hukum yang mengatur terkait KBGO di Indonesia karena RUU PKS yang masih belum disetujui. 

Ihwal payung hukum ini, Amalia menyebut, posisinya dapat semakin buruk apabila aparat penegak hukum yang sekiranya menerima laporan terkait KBGO memiliki paradigma yang patriarkis. 

“Semua ini berdampak terhadap bagaimana KBGO rentan dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Karena kekerasannya hanya terjadi dalam ranah daring, seringkali perasaan negatif yang menyertai kekerasan itu diremehkan atau dikucilkan," ungkapnya. 

Belum lagi, menurutnya, budaya victim blaming yang malah menyalahkan diri korbannya dari pada pelakunya. "Bahkan dalam beberapa kasus, korban malah yang mengalami kriminalisasi,” tegasnya. 

Langkah yang tepat untuk melawan KBGO ini menurut Amalia yakni kesadaran akan konsep bahwa ‘gawai kita adalah tubuh kita adalah hak kita’. 

Ia menyarankan setiap perempuan memiliki kontrol penuh atas gawai yang dimiliki. Entah itu dalam bentuk privasi, koneksi, dan ekspresi diri. 

BACA JUGA: Kelompok Suka Tani Berdaya Kembangkan Produk Pertanian Lokal

Tak hanya itu, Amalia juga mengajak semua perempuan bergandengan tangan dalam memperjuangkan isu KBGO ini. Sebab, sejatinya cara tersebut merupakan gerakan kolektif yang tidak bisa dilawan secara individu.

“Apabila kita memahami konsep tersebut, kita dapat memvalidkan perasaan kita apabila dalam ranah digital kita mengalami KBGO. Bahwa hal tersebut hendaknya tidak dapat dipandang sebelah mata dan harus menjadi concern utama kita,” tandasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM