GenPI.co Jatim - Mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menciptakan aplikasi SahabatCAPD dengan teknologi machine learning untuk pasien gagal ginjal kronis (GGK).
Aplikasi ini diklaim mampu mengatasi masalah yang self-monitoring pasien jantung pada pengguna metode Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD).
Ketua tim Fiqey Indriati Eka Sari mengatakan, penggunaan terapi Peritoneal Dialysis, khususnya metode CAPD untuk pemerataan terapi stadium akhir GGK.
“Metode CAPD menjadi alternatif karena pasien bisa memiliki kualitas hidup 90 persen lebih baik daripada metode terapi lainnya,” ujarnya mengutip dari laman resmi ITS, Minggu (13/2).
Prinsip kerja CAPD, yakni menyalurkan cairan dialisat steril ke rongga peritoneum melalui kateter permanen sebagai pengganti fungsi ginjal. Pasien menjalani terapi ini tiga hingga lima kali dalam sehari.
“Karenanya, pasien dituntut memiliki disiplin dan self-monitoring yang tinggi,” katanya.
Namun, penelitian pada 2016 dan 2020 justru menunjukkan kelalaian pasien mencapai 74 persen. Pasien juga kesulitan mengenali gejala komplikasi karena keterlambatan penanganan.
“Kondisi terkini, pasien juga kurang mem-follow up data penggantian cairan, sehingga tenaga medis kesulitan untuk mendiagnosis komplikasi lebih dini,” kata dia.
Setelah melakukan sejumlah kajian jurnal Fiqey dan tim menyimpulkan bahwa perubahan warna cairan buangan pasien CAPD dapat digunakan untuk mendiagnosa adanya komplikasi.
Fiqey menjelaskan, aplikasi SahabatCAPD memiliki tiga fungsi, pertama pengganti buku catatan dialisis pasien, virtual assistant untuk memberi pengetahuan tentang CAPD kepada pasien, dan deteksi dini komplikasi berbasis machine learning.
Aplikasi ini juga memungkinkan pasien terhubung dengan tenaga medis untuk memudahkan penggantian dan monitoring cairan buangan. Hal tersebut untuk memudahkan tenaga medis mencegah komplikasi sedini mungkin.
“Yang mulanya pasien harus membawa buku catatan ke rumah sakit, sekarang monitoring dapat ditinjau langsung dari jauh,” ungkapnya.
Aplikasi tersebut sudah diujicobakan kepada lima pasien GGK sesuai dengan standar System Usability Scale (SUS) dan mendapat skor 80.
“Selama tujuh hari penggunaan aplikasi, pasien secara rutin meng-update data penggantian cairan dengan lancar,” ungkapnya.
Tim juga telah menguji aplikasi berdasarkan salah satu standar medis yang ada, yaitu uji laboratorium dari Nilai Cells Count Leukosit. “Hasilnya, perbandingan antara diagnosis hasil aplikasi dan uji lab memiliki kecocokan yang sesuai,” bebernya.
Aplikasi ini berhasil menyabet medali emas kategori presentasi dalam ajang Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke-34 bidang Karsa Cipta tahun 2021 lalu. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News