Ence Adinda Berhasil Buat Startup Pilah Sampah, Bantu Warga

23 April 2022 07:30

GenPI.co Jatim - Ence Adinda Dianasta atau yang lebih akrab disapa Ence Adinda berhasil membuat startup pilah sampah untuk membantu warga sekitar.

Awal mula Ence Adinda membuat startup pilah sampah karena kesadaran menjaga lingkungan. Dia menyadari dampak bahaya sampah plastik.

Uniknya, Ence Adinda mulai tergerak untuk memilah sampah agar tidak dibuang sembarang setelah menonton serial dokumenter di Netflix bersama suaminya.

BACA JUGA:  5 Tips Berhubungan Ranjang di Bulan Ramadan Ala Dokter Boyke

"Kami tinggal di sekitar Kota Lama dekat dengan Bank Sampah Malang (BSM) di Kecamatan Sukun. Dari situ kami berdua inisiatif untuk belajar memilah sampah dan punya keinginan untuk setor sampah di bank sampah," ucap Ence pada GenPI.co Jatim, Jumat (22/4).

Ternyata untuk memulainya tidak mudah. Dia setelah melihat langsung proses pemilahan sampah di BSM yang tidak bisa langsung dilakukan secara berkala, yakni harus minimun 50 kilogram, baru diambil.

BACA JUGA:  Resep Es Kelapa Muda, Segar, Cocok untuk Takjil Buka Puasa

"Jumlah tersebut tentunya sangat banyak, sampah rumah tangga sebanyak itu seperti sudah menumpuk di rumah," imbuhnya.

Nah, melihat kondisi tersebut, pasangan ini lantas memutar otak, bagaimana memilah sampah tanpa harus ada batas minimun.

BACA JUGA:  6 Tips Manajemen Kesehatan Mental Secara Mandiri

Hal ini kemudian terbentuk sebuah gerakan iLitterless, permasalahan sampah yang dirasakan oleh setiap individu.

iLitterless merupakan jembatan antara individu dengan bank sampah untuk saling berkolaborasi bersama dalam pemilahan sampah. Saat ini, iLitterless memiliki tiga kegiatan utama, yaitu memberikan edukasi tentang pemilahan sampah organik dan anorganik, melakukan riset, dan memberikan layanan jemput sampah.

Ence Adinda dalam perjalanan iLitterless, mengandalkan media sosial sebagai alat edukasi mengenai bank sampah. Cara ini ternyata banyak mendapatkan respons positif.

"Karena terbatas waktu, terbatas ruang untuk menyetor sampah ke BSM. Dari mini polling yang kami sebar di media sosial, ternyata banyak masyarakat yang tidak memiliki banyak waktu untuk menyetorkan sampah yang jauh dari rumah mereka," imbuh perempuan kelahiran 1994 ini.

Gerakan tersebut berubah menjadi sebuah komunitas yang peduli dengan lingkungan dan secara resmi diperkenalkan ke publik pada 2021.

Seiring berjalannya dengan waktu, iLitterless pun mulai bekerja sama dengan kafe-kafe di Malang untuk menampung sampah-sampah anorganik yang nantinya akan disetor ke bank sampah induk dan YAPSI dari Tetra Pak Indonesia (perusahaan pengelolaan limbah kemasan makanan dan minuman).

"Kami meminta bantuan mereka. Waktu itu kami membuat workshop pada Juni 2021, waktu pertama kali iLitterless diperkenalkan ke publik mulai dari konsep dan servisnya. Dari situ kami juga mendapatkan feedback bagaimana baiknya pemilahan sampah ini," lanjutnya.

Hasil proses bertukar pikiran dengan pengusa kafe, ditemukan permasalahan serupa, yakni kebiasaan pemilahan sampah yang belum terbentuk.
Meskipun dari pengamatan Ence sejauh ini sudah ada banyak tempat sampah yang memiliki kategori pemisahan sampah secara mandiri.

Akan tetapi, tidak semua masyarakat memiliki perilaku yang mengikuti proses pemilahan sampah sesuai dengan kategori sampah yang dibawa. Dengan permasalahan demikian, iLitterless sempat merubah konsepnya dari service menjadi edukasi pemilahan sampah.

"Dari situ kami meminta kepada setiap cafe untuk menjadi pioneer edukasi pemilahan sampah. Waktu itu ada lima cafe yang menjadi pelopor. Kami datang dan membantu mereka untuk memilah sampah," lanjutnya.

Sejauh ini, sudah ada 12 cafe yang secara regular mereka kunjungi untuk pengambilan sampah. Sampah-sampah tersebut diambilnya untuk dipilah kembali di basecame iLitterless kemudian mayoritas sampah yang bisa didaur ulang akan disetorkan kepda BSM.

Namun, mendirikan sebuah komunitas baru dengan membawa gerakan yang masif tentu tidak mudah bagi Ence dan suami banyak tantangan yang harus dihadapinya bersama.

Tantangan tersebut salah satunya biaya operasional yang masih ditanggung secara personal olehnya dan kurirnya pun tak lain adalah suaminya sendiri Adifirsta, serta basecamp yang masih menggunakan rumah pribadi.

Dia menambahkan dana yang diterima dari menyetorkan sampah ke unit-unit pengelolaan di Malang juga belum cukup untuk menutup biaya operasional.

"Yang pertama keterbatasan dana. Keikutsertaannya masih sukarela gitu. Dana kami masih sangat terbatas, dan sampah-sampah ini kalau dijual nggak bisa nutupin pengeluaran operasional itu. Apalagi ini servis yang gratis," imbuh Dosen Bahasa Inggris ini.

"Sampai sekarang sudah ada 137 penyetor individu kepada iLitterless. Namun, mereka ini tidak dekat dengan lokasi basecamp kami. Sehingga kami membuat sebuah prototipe yang disebut Mobi-RS," sambungnya.

Dia pun berharap dengan adanya gerakan pilah sampah ini semakin masif dan dapat mengurangi jumlah kuantitas sampah. Apalagi dengan gerakan yang masif ini dia bermimpi agar semakin banyak masyarakat semakin sadar atas permasalahan lingkungan. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM