Hukum Tradisi Sungkeman Saat Lebaran

08 Mei 2022 20:00

GenPI.co Jatim - Banyak hal yang berbeda antara tradisi umat Islam di belahan dunia, termasuk saat memasuki Idulfitri.

Kebiasaan merayakan Idulfitri di negara tertentu ternyata tidak ditemukan di kawasan lain, termasuk sungkeman atau silahturahmi meminta maaf ke anggota keluarga dan kerabat.

Seperti diketahui, Lebaran adalah momen untuk saling memaafkan, bersilahturahmi dengan keluarga, rekan-rekan dan segenap orang yang dikenal.

BACA JUGA:  3 Cara Menyimpan Pakaian Kotor Saat Mudik, Mudah dan Praktis

Salah satu tradisi yang tidak bisa dilepaskan saat Lebaran adalah sungkem atau sungkeman.

Tradisi ini biasanya dilakukan oleh anak ke orangtua atau keluarga yang lebih tua untuk menunjukkan tanda bukti dan rasa terima kasih atas bimbingan dari lahir sampai dewasa.

BACA JUGA:  Ekonom Unair Sarankan Bijak Belanjakan THR, Mending Investasi

Melansir dari laman Jatim.nu.or.id yang dipublikasikan pada Minggu (8/5) dijelaskan, setidaknya sungkeman bisa ditinjau dari dua sisi. Pertama hukum asal, kedua dari sudut pandang tradisi.

Sisi pertama, sudut pandang hukum asal, sungkeman sama sekali tidak bertentangan dengan syariat. Posisi jongkok sambil cium tangan merupakan ekspresi memuliakan orang yang lebih tua.

BACA JUGA:  Hukum Menikahi Saudara Tiri Menurut Islam

Kemudian, syariat tidak melarang mengagungkan manusia selama tidak dilakukan dengan gerakan yang menyerupai bentuk takzim kepada Allah, seperti sujud dan ruku.

Berkaitan dengan mencium tangan orang yang lebih tua, al-Imam al-Nawawi mengatakan:


ولا يكره تقبيل اليد لزهد وعلم وكبر سن

Artinya: Tidak makruh mencium tangan karena kezuhudan, keilmuan dan faktor usia yang lebih tua. (Al-Imam al-Nawawi, Raudlah al-Thalibin, juz 10, halaman: 233)


Bahkan, sebagian ekspresi takzim kepada orang yang lebih tua hukumnya sunah, seperti dilakukan dengan cara berdiri dengan tujuan memuliakan dan kebaktian. Syekh Zainuddin al-Malibari mengatakan:

ويسن القيام لمن فيه فضيلة ظاهرة من نحو صلاح أو علم أو ولادة أو ولاية مصحوبة بصيانة


Artinya: Sunah berdiri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak, seperti kesalehan, keilmuan, hubungan melahirkan atau kekuasaan yang dibarengi dengan penjagaan diri. (Syekh Zainuddin al-Malibari, Fath al-Mu’in Hamisy I’anah al-Thalibin, juz 4, halaman: 219)


Mengomentari redaksi di atas, Syekh Abu Bakr bin Syata mengatakan:


قوله: ويسن القيام لمن فيه فضيلة ظاهرة) أي إكراما وبرا وإحتراما له لا رياء. (وقوله: أو ولادة) أي ويسن القيام لمن له ولادة: كأب أو أم. (وقوله: أو ولاية) أي ولاية حكم: كأمير وقاض.


Artinya: Ungkapan ‘Sunah bediri untuk orang yang memiliki keutamaan yang tampak’—maksudnya, dengan motivasi memuliakan dan bentuk kebaktian, bukan karena pamer. Ucapan ‘atau hubungan melahirkan’—maksudnya, sunah berdiri kepada orang yang melahirkan seperti bapak atau ibu. (Syekh Abu Bakr bin Syatha, I’anah al-Thalibin, juz 4, halaman: 219)


Lebih dari itu, menurut sebagian ulama, memuliakan kerabat dengan cara berdiri, hukumnya bisa wajib ketika meninggalkannya dianggap memutus tali silaturahim. Syekh al-Qalyubi mengatakan:


ويندب تقبيل طفل ولو لغير شفقة ووجه ميت لنحو صلاح ويد نحو عالم وصالح وصديق وشريف لأجل غنى ونحوه والقيام لهم كذلك وبحث بعضهم وجوب ذلك في هذه الأزمنة ؛ لأن تركه صار قطيعة


Artinya: Sunah mencium anak kecil meski karena selain tujuan mengasihi, sunah pula mencium wajahnya mayit karena kesalehannya, sunah pula mencium tangan orang alim, orang shaleh, kerabat, orang mulia, bukan karena kekayaannya atau yang lain. Hukum sunah tersebut juga berlaku dalam permasalahan berdiri kepada mereka. Sebagian ulama berpendapat wajibnya berdiri (memuliakan) pada masa sekarang, karena meninggalkannya merupakan bentuk perbuatan yang memutus tali silaturrahim. (Syekh Syihabuddin al-Qalyubi, Hasyiyah al-Qalyubi ‘ala al-Mahalli, juz 3, halaman: 214)

Kemudian apabila dilihat dari sudut pandang tradisi, sungkeman merupakan tradisi nenek moyang yang perlu dilestarikan.

Di Islam, mengajarkan untuk merawat tradisi selama tidak bertentangan dengan agama. Hal tersebut sebagai bentuk pengejawentahan dari sabda Nabi tentang budi pekerti yang baik kepada sesama.

Nabi bersabda:


وخالق الناس بخلق حسن


Artinya: Berbudilah dengan akhlak yang baik kepada manusia. (HR Al-Tirmidzi)


Saat ditanya apa yang dimaksud dengan etika yang baik, Sayyidina Ali mengatakan:


هو موافقة الناس في كل شيئ ما عدا المعاصي


Artinya: Beretika yang baik adalah mengikuti tradisi dalam segala hal selama bukan kemaksiatan. (Syekh Nawawi al-Bantani, Syarh Sullam al-Taufiq, halaman: 61)


Al-Imam al-Ghazali mengatakan:


وحسن الخلق مع الناس ألا تحمل الناس على مراد نفسك، بل تحمل نفسك على مرادهم ما لم يخالفوا الشرع


Artinya: Beretika yang baik dengan manusia adalah engkau tidak menuntut mereka sesuai kehendakmu, namun hendaknya engkau menyesuaikan dirimu sesuai kehendak mereka selama tidak bertentangan dengan syariat. (Imam al-Ghazali, Ayyuhal Walad, halaman: 12)


Meninggalkan tradisi yang tidak haram merupakan akhlak yang tidak terpuji, sebagaimana penjelasan Syekh Ibnu Muflih berikut ini:


لا ينبغي الخروج من عادات الناس إلا في الحرام


Artinya: Tidak sepantasnya keluar dari tradisi manusia kecuali dalam perkara haram. (Ibnu Muflih, al-Adab al-Syar’iyyah, juz 2, halaman 114)

Nah, kesimpulannya, sungkeman bukan merupakan tradisi yang haram, bahkan menjaga tradisi tersebut merupakan bentuk pengamalan dari sabda Nabi tentang anjuran beretika yang baik kepada sesama. Wallahu a'alam. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Fitra Herdianariestianto

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM