Terlanjur Makan Barang Haram, Simak Penjelasan Berikut ini

29 Mei 2022 19:30

GenPI.co Jatim - Mengonsumsi makanan haram adalah sebuah larangan dalam agama Islan. Allah subhanahu wa ta ala menegaskan dalam salah satu firman-Nya:

وَلَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوْا بِهَآ اِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوْا فَرِيْقًا مِّنْ اَمْوَالِ النَّاسِ بِالْاِثْمِ وَاَنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ

Artinya: “Dan janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil, dan (janganlah) kamu menyuap dengan harta itu kepada para hakim, dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui” (QS. Al-Baqarah: 188).

BACA JUGA:  5 Tips Sembuhkan Sapi Terpapar PMK dari Ahli, Ternyata Tak Sulit

Mengutip laman islam.nu.or.id, makanan haram dalam pembahasan ini mencakup dua hal. Pertama, makanan yang secara dzatiyah memang diharamkan untuk dikonsumsi, seperti daging babi, daging bangkai dan sejenisnya.

Kedua, makanan yang secara dzatiyah dihalalkan oleh syara, namun karena didapatkan dengan cara yang haram, dia berubah statusnya, seperti daging sapi hasil curian, membeli makanan dengan uang yang haram, dan lain sebagainya.

BACA JUGA:  Resep Masket Alami Wajah untuk Kulit Berminyak, Dijamin Ambrol

Dua jenis makanan di atas adalah yang haram untuk dikonsumsi oleh seorang muslin dan wajib untuk menghindarinya.

Lantas bagaimana jika seorang muslim terlanjur atau pernah mengonsumsi makanan yang diharamkan oleh syara?

BACA JUGA:  Sering Disepelekan, Ciplukan Dapat Jaga Mata dari Diabetes

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perhatikan teladan yang dilakukan oleh sahabat Abu Bakar ketika dia mengetahui bahwa makanan yang dikonsumsi merupakan makanan syubhat:

وَثَبَتَ عَنْ أَبِيْ بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّهُ أَكَلَ شُبْهَةً غَيْرَ عَالِمٍ بِهَا، فَلَمَّا عَلِمَهَا أَدْخَلَ يَدَهُ فِيْ فِيْهِ فَتَقَيَّأَهَا

“Terdapat keterangan dari Sahabat Abu Bakar bahwa beliau pernah mengonsumsi makanan syubhat yang tidak ia ketahui. Ketika beliau mengetahui bahwa makanan tersebut syubhat, beliau memasukkan tangan ke dalam mulutnya lalu berusaha memutahkan makanan itu” (Musthafa Bagha dan Muhyiddin Mistu, al-Wafi Syarh Arba’in an-Nawawi, hal. 38).

Kisah tersebut kiranya dapat diambil pelajaran tentang bahaya mengonsumsi makanan syubhat serta kehati-hatian Sayyidina Abu Bakar dalam menyaring makanan yang masuk ke perutnya.

Nah, apabila pada makanan syubhat saja wujud kehati-hatian beliau sampai demikian, apalagi pada perkara yang haram.

Masih mengutip dari islam.nu.or.id, hal pertama yang harus dilakukan bagi orang yang pernah mengonsumsi makanan haram adalah bertaubat. Syarat-syarat taubat secara lugas dijelaskan dalam kitab Al-Adzkar An-Nawawiyah berikut:

1. Menyudahi perbuatan dosa saat itu juga

2. Menyesalinya

3. Bertekad untuk tidak mengulanginya lagi

4. Mengembalikan hak orang lain yang dizalimi, meminta maaf, atau meminta pembebasan tanggungan akibat kezaliman itu.

Poin satu hingga tiga berlaku pada kasus dosa atau maksiat yang berhubungan dengan Allah (haqqullah), sedangkan poin empat adalah syarat tambahan ketika doa tersebut berhubungan dengan relasi antarmanusia (haq adami). (Lihat Imam An-Nawawi, al-Adzkar An-Nawawiyah, h. 438).

Berdasarkan hal tersebut, cara bertaubat antara mengonsumsi makanan haram secara dzatiyah dan makanan haram karena melalui cara yang haram pun berbeda.

Pertama cukup dengan menerapkan tiga syarat di atas karena menyangkut haqqullah, sementara yang kedua mesti ditambah dengan syarat taubat yang keempat, yakni menyelesaikan urusan sosialnya, mengganti makanan yang telah dikonsumsi, meminta maaf, serta meminta kerelaan pada pemilik makanan. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Fitra Herdianariestianto

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM