GenPI.co Jatim - DPR RI resmi mengesahkan Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN), Selasa (18/1).
Artinya, wacana pemindahan Ibu Kota Indonesia dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur bakal direalisasikan.
Pakar Ilmu Politik Universitas Airlangga (Unair) Ali Sahab angkat bicara terkait hal tersebut. Menurutnya, pelaksanaan pemindahan ibu kota harus melewati sejumlah pertimbangan.
Terlebih saat ini kondisi juga masih dalam situasi merebaknya kondisi pandemi covid-19.
"Kecuali, kalau tidak ada Covid-19 dan pertumbuhan ekonomi bagus, itu (pemindahan IKN) bisa dilakukan," kata Ali melalui keterangan tertulis, Jumat (21/1).
Dia menyebutkan, penanganan wabah Covid-19 dan langkah pemulihan ekonomi menjadi poin penting yang mungkin bisa menjadi pertimbangan.
"Pemindahan IKN boleh dilakukan ketika kondisi perekonomian bagus," jelas Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unair itu.
Pemindahan ibu kota, kata dia, memunculkan banyak pertanyaan. Mengingat akses dan fasilitas masih dianggap belum memadai, sehingga pengerjaan pembangunan infrastruktur akan dimulai dari nol.
"Butuh waktu lama untuk memenuhi itu, apalagi kalau skemanya semua pegawai kementerian diboyong ke sana semua," ungkapnya.
Pembangunan ibu kota yang awalnya tidak memakai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ternyata setelah disahkan memakai 53,5 persen anggaran APBN.
Menanggapi hal tersebut dosen yang juga pengampu mata kuliah Sistem Politik Indonesia itu melihat ketidaksesuaian dengan konsep awal.
"Yang penting tidak membebankan APBN. Kalau sekarang memakai APBN, ya sangat disayangkan. Seperti proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dimana pemerintah melakukan Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp4,3 triliun melalui PT.KAI," kata dia. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News