GenPI.co Jatim - Pakar Kebijakan Publik Lutfil Hakim mengingatkan langkah Satgas Penanganan Hak Tagih Negara Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) menagih piutang negara kepada sejumlah obligor.
Menurutnya, pada beberapa kasus, kinerja Satgas BLBI perlu mendapatkan perhatian khusus.
Dia menyebut durasi waktu kerja hingga 31 Desember 2023 dinilai cukup berat untuk merampungkan target menagih dana BLBI yang macet di sekitar 40 obligor lebih dari Rp110 triliun.
"Angka itu masih jauh dari target nilai aset eks BLBI yang diperkirakan mencapai Rp110,45 triliun berdasarkan data dari LKPP," katanya tertulis, Senin (4/7).
Pria yang menjabat sebagai Ketua PWI Jatim itu mengatakan upaya perdata yang selama ini dilakukan belum bisa memaksa obligor menuntaskan kewajibannya.
Setidaknya ada dua lembaga serupa yang sebelumnya sudah dibentuk pemerintah untuk memburu aset BLBI, tetapi gagal.
“Sebelumnya pemerintah sudah membentuk BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dan PPA (Perusahaan Pengelolaan Aset) tapi semuanya tidak berhasil,” katanya.
Dia menyontohkan penyitaan aset senilai Rp2 triliun milik PT BRD dan PT BRE diduga terkait dengan kepemilikan dua pemilik PT Bank Asia Pasific di Bogor.
Menurutnya, aset tersebut, yakni lapangan golf serta dua hotel tidak ada sangkut pautnya dengan Bank Aspac maupun dengan dua pemiliknya. Konon, aset itu telah lama berpindah menjadi milik pengusaha asal Malaysia.
"Ini kan lucu dan berpotensi melanggar hukum," ucapnya.
Lutfil berharap Satgas BLBI memberikan kepastian kepada obligor terkait jumlah utang mereka yang harus dibayar.
Kedua pihak harus duduk satu meja melakukan negosiasi dan kesepakatan berapa yang harus dibayar obligor dan bagaimana mekanismenya.
"Harus disepakati berapa yang harus dibayar termasuk mekanisme pembayarannya. Jangan asal main sita aset, tetapi tidak bisa segera dicairkan atau dijual karena terbentur persoalan hukum," tegasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News