Jatim.GenPI.co - Pakar kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Wisnu Wardhana punya analisis sendiri terkait kapal selam KRI Nanggala 402 yang hilang kontak di perairan Bali Utara, Rabu (21/4).
Menurut Wisnu, ada banyak aspek yang harus ditelaah untuk mencari penyebab hilangnya KRI Nanggala 402.
BACA JUGA: Warga Gelar Tahlil, Berdoa KRI Nanggala 402 Segera Ketemu
"Pada kasus kapal selam KRI Nanggala ini harus dilihat dari beberapa sisi. Apakah akibat media air yang resultannya nol ataukah kerusakan peralatan teknis," ujar Wisnu, Kamis (22/4).
Soal hilang kontak, ia menyebut, kapal selam memiliki dua sistem komunikasi, yaitu ketika kapal di permukaan air dan waktu menyelam.
Saat kapal berada dipermukaan air, sebagian kapal selam muncul, sehingga komunikasi lewat radar bisa relatif lebih stabil.
Berbeda ketika di di bawah air (dalam air penuh), komunikasi dilakukan lewat sonar. Frekuensi dari sitem komunikasi ini rambatkan melalui air.
Sistem ini terhantung dengan karkter air laut. "Misalkan, arusnya tinggi, maka media komunikasi akan terbawa mengikuti arus air. Belum lagi parameter media komunikasi yang lain," katanya.
Semua parameter media itu berinteraksi satu sama lain, sehingga bisa terjadi resultan nol yang sampai ke penerima. Ini yang dinamakan hilang kontak.
Sementara terkait ceceran minyak, Wisnu menduga itu sebagai bahan bakar kapal selam KRI Nanggala 402 dari tanki yang memiliki desain konstruks sebagai pemberat (ballast tank).
Pada kapal selam buatan tahun 1980-an mampu menyelam 380 meter di bawah permukaan laut. Namun melihat usianya, kemungkinan sekarang hanya 300 meter.
Melebihi itu bisa berakibat pada tangki pemberat seperti diremas. Gaya hidrostatik dari air bisa meremas kapal selam.
"Kalau sampai ada oli dan cairan minyak di permukaan air ini indikasi tangki pemberatnya rusak," tegasnya.
Kapal selam yang berada di kedalaman 300 meter strukturnya akan mulai berbunyi dan kolaps. Kemudian tangki rusakm dan semua minyaknya keluar.
Namun demikian, Wisnu meminta semua identifikasi dilakukan menyeluruh. Untuk melihat penyebab sebenarnya, apakah kesalahan sistem, mesin atau pengemudi.
"Jika kesalahan bisa diidentifikasi nantinya bisa menetralisasi masalah. Tetapi, selama KRI Nanggala-402 tidak bisa kontak, maka tidak bisa menetralisasi masalah," katanya.
Jika mengacu pada kecelakaan kapal selam Kurf yang tenggelam di Rusia sampai dua bulan baru bisa ditangani. Bisa jadi kapal selam mengalami kecelakaan nuklirnya meledak.
"Sementara di Indonesia ini kasus yang pertama, saya pikir ini menjadi refleksi pemerintah. Menilai diri sendiri apa yang kurang dari (alutsista) Indonesia," bebernya.
BACA JUGA: KN SAR Antasena Bantu Cari KRI Nanggala, Semoga Cepat Ketemu
Terlepas dari itu, Wisnu menyarankan pemerintah untuk memperhatikan alutsista sebelum operasi dilakukan.
Jika mau bagus, harus dipastikan sebelum berangkat. Kalau berangkat tidak oke berarti prosedur operasi belum lengkap. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News