GenPI.co Jatim - Masyarakat Indonesia akrab dengan jelangkung, boneka dari batok kelapa sebagai media untuk ritual memanggil arwah.
Umumnya, orang yang akan ritual pemanggilan arwah membacakan mantra sembari memegangi boneka batok kelapa tersebut.
“Jelangkung..jelangkung, datanglah ke pestaku. Datang tak dijemput, pulang tak di antar.” Mantra tersebut baiasanya dibacakan dengan irama tertentu.
Namun ternyata, sebenarnya bukan itu mantra ritual jelangkung. Akan tetapi berbahasa Jawa.
Mantranya berbahasa Jawa tersebut sangat kental dengan aura mistis. Seperti ini bunyinya,
“Hong Hiyang Ilaheng Hen Jagad Alusan Roh Gentayangan Ono'e Jelangkung Jaelengsat siro Wujud'e Ning kene Ono Bolon'e Siro Wangsul Angslupo Yen Siro Teko Gaib Wenehono Tondo Ing Golek Bubrah Hayo Enggalo Teko Pangundango Hayo Ndang Angslupo Ing Rupo Golek Wujud..Wujud..Wujud!”
Sejarah jelangkung memiliki beberapa versi. Pertama, berasal dari Tionghoa.
Ritual ini merupakan kepercayaan tradisional yang bernama Cai Lan Gong, artinya ‘kakek keranjang sayur’.
Orang-orang biasanya memanggil roh nenek moyang untuk melindungi anak-anaknya. Roh yang dipanggil tersebut mendiami mainan boneka, benda yang akrab dimainkan para anak-anak itu.
Versi lainnya, berasal dari permainan sekaligus tarian tradisonal masyarakat Jawa, yakni Nini Thowong.
Boneka didandani dengan pakaian penari perempuan, secara ajaib kemudian bergerak sendiri. Konon, boneka yang telah didandani tersebut telah dirasuki oleh roh halus.
Terlepas dari cerita tersebut, jelangkung sering dimainkan dan telah dibuatkan film. Untuk memaikannnya, perlu juga beberapa hal yang disiapkan, yakni tanah kuburan sebagai media pembangkit roh.
Selain itu, juga jajanan pasar atau gorengan sebanyak 7 rupa, kembang 7 rupa, kopi pahit dan manis, teh pahit dan manis, dan air putih masing-masing dua gelas.
Siapkan juga pena atau pensil yang diikat di tangan boneka serta kertas untuk menulis jawaban saat roh sudah masuk. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News