Kumpulan Komunitas di Kota Malang Kenang Satu Abad Karya Chairil

25 Juli 2022 23:00

GenPI.co Jatim - Sejumlah komunitas di Malang memperingati satu abad sastrawan Indonesia Chairil Anwar. Mereka berkumpul menggelar kegiatan bertajuk Sumbang Suara Sang Bohemian: Dedikasi Liar untuk Chairil Anwar di Taman Slamet. 

Beberapa komunitas tersebut, yakni Sabtu Membaca, Pelangi Sastra, Safari Literasi, dan masih banyak lainya.

Sosok Chairil Anwar memang menginspirasi beberapa sastrawan Indonesia untuk melahirkan sebuah karya. 

BACA JUGA:  Komunitas Konten Kreator Disiapkan, Wisata Malang Kian Meledak

Sastrawan bohemian yang lahir pada 26 Juli 1922 ini memiliki julukan Si Binatang Jalang karena gayanya yang nyentrik, liar nan berani.

Berbagai karya yang diciptakannya bukan sekadar puisi picisan, melainkan gagasannya akan realitas pada masa itu. Gagasan revolusioner dan syair patriotisme menjadi awal mula Chairil dikenal banyak orang.

BACA JUGA:  Komunitas Buangdisini Semakin Gencar Bersihkan Sampah di Malang

"Chairil Anwar disebut sebagai penyair bohemian, dia hidup di jalanan, di tempat yang menginspirasi dia seperti di pasar, tempat pelacuran dan sebagainya. Kondisi tersebut melahirkan karya-karya yang mengena,” ujar pencetus Sabtu Membaca Edi Pendek Harianto, saat dikonfirmasi GenPI.co Jatim, Minggu (24/7).

Menurut pria yang akrab dengan panggilan Cak Pendek itu, salah satu perubahan dan gaya dari kepenyairaan Chairil Anwar ialah antikemapanan. Gagasan yang dibuat pada syairnya memang selalu mengarah pada realitas yang ada, bahkan hal tersebut masih relevan hingga sekarang.

BACA JUGA:  Komunitas Tunjungan Picture Inisiasi Street Fashion Show

“Dia kalau membuat karya benar-benar tahu masalahnya, diambil dari kondisi di saat itu. Selain itu, yang mendahului di jalanan itu Chairil Anwar makanya dia dijadikan barometer,” lanjut Cak Pendek.

Namun, meskipun Chairil terkesan pasrah dengan realita yang membuatnya kalah, dia tetap melahirkan karya yang luar biasa.

Bahkan, ada satu karyanya yang menggambarkan kehidupan Chairil yang pasrah dengan keadaan. Seperti dalam satu baitnya, tertulis 'hidup hanya menunda kekalahan' dengan demikian artinya Chairil sudah tak mampu lagi mengalahkan kondisi pada era tersebut.

“Puisi itu merupakan peralanan hidup Chairil Anwar. Ada satu sisi dia ingin mencapai sesuatu tapi kalah dari realita. Tapi sekalipun makna dalam puisi tersebut tentang pasrah dengan realita, dia tetap melahirkan karya,” tandasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM