Waduh! Indonesia Terancam Resesi, Pemerintah Diminta Lakukan ini

28 Juli 2022 14:30

GenPI.co Jatim - Ancaman resesi tetap patut diwaspadai. Indonesia menurut hasil survei Bloomberg berada di peringkat ke-14 dari 15 negara yang terancam resesi.

Meski sesuai data Bloomberg kemungkinan resesi Indonesia keciil, namun pemerintah diminta untuk tidak lengah.

Pakar Ekonomi Universitas Airlangga atau Unair Dr Imron Mawardi memberikan saran kepada pemerintah.

BACA JUGA:  3 Mahasiswa Unair Raih Medali Perak Berkat smartwatch

Pertama terkait dengan ketahanan pangan. Imron mengingatkan dampak mengenai resesi. Menurutnya, paling terasa adalah sulitnya menjangkau harga kebutuhan pokok, seperti pangan dan energi.

Harga yang melambung tinggi memengaruhi ketersedian barang. Kebutuhan pokok akan sulit didapatkan.

BACA JUGA:  Biaya Kuliah Jalur Mandiri di Unair Tahun Ajaran 2022/2023

“Saya kira yang harus diwaspadai oleh pemerintah ke depan itu ialah pangan dan energi. Itu yang harus diperhatikan," ujarnya mengutip dari

Dia menilai, ke depan kebutuhan pangan dan energi akan sangat besar. Sementara itu, produksinya sulit untuk ditingkatkan secara signifikan.

BACA JUGA:  Pengembangan Stem Cell Unair dapat Perhatian Menkes, Siap Dukung!

Wakil Dekan II Fakultas Teknologi dan Multidisiplin Unair itupun menyarankan kepada pemerintah untuk menghemat energi dan meningkatkan produksi energi alternatif.

Salah satu caranya dengan meningkatkan transportasi massal. Dia menyebut, semakin banyak transportasi massal akan menghemat cadangan energi dan pangan. Selain juga dengan memperbanyak tenaga surya.

Imron menyebut, hal itu masih mungkin dilakukan karena selama ini Indonesia menjadi net importir energi.

Dia juga menyoroti mengenai tren kenaikan harga pangan dunia. Pemerintah disarankan untuk segera mencari solusi. Caranya, dengan cara menambah buffer atau memperkuat ketahanan pangan sebelum terjadinya krisis.

“Ada tren bahwa pangan dunia akan naik, sementara kita cukup tergantung dengan beberapa produk pangan dunia seperti kedelai, jagung, kemudian produksi pangan yang lain yang trennya itu juga akan meningkat ke depan," bebernya.

Kedua, dia mengingatkan mengenai keputusan dalam peminjaman utang. Pemerintah harus mempertimbangkan betul sebelum berutang.

Menurutnya, kemampuan dalam membayarkan utang bukan ditentukan dari rasio uang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), tetapi tax ratio.

“Pemerintah harus memperhitungkan bahwa kemampuan membayar utang pemerintah itu terletak pada tax ratio di mana tax ratio kita itukan hanya sekitar 9 persen dari PDB artinya per 1000 PDB itu hanya bisa menghasilkan 90 pajak,” katanya.

Imron pun membandingkan dengan Eropa yang memiliki tax ratio di atas 30 persen. Artinya bila utang setara dengan 60 persen dari PDB, maka akan lunas dalam waktu dua tahun.

Namun, jika utang Indonesia 40 persen dari PDB, maka mencapai 4 tahun dari perolehan pajak untuk dapat melunasinya.

“Ini harus diperhitungkan, bagaimana pemerintah juga menurunkan atau mengurangi rasio utang kita ke depan yang tentunya dengan melakukan penggunaan anggaran yang efisien," katanya.

"Bahaya jika butuh utang seharusnya utang yang produktif yang betul-betul bisa memiliki dampak multiplier terhadap perekonomian,” imbuhnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM