Penjelasan MUI Soal Fatwa Haram Paylater, Bukan Penggunaannya

05 Agustus 2022 17:00

GenPI.co Jatim - Majelis Ulama Indonesia atau MUI Jawa Timur menjelaskan penerbitan keputusan atau fatwa haram paylater sebagai sistem pembayaran.

Fatwa haram tersebut bukan pada penggunaannya, namun lebih mempersoalkan akad yang digunakan.

Sekretaris Komisi Fatwa MUI Jawa Timur KH Sholihin Hasan mengatakan, paylater menggunakan akad qard atau utang piutang. Sehingga, di dalamnya terdapat ketentuan bunga yang memang diharamkan.

BACA JUGA:  Hanan Attaki Ditolak Ceramah di Jatim, MUI Berkomentar

Kiai Sholihin mencontohkan, ketika seseorang tidak memiliki uang untuk membeli barang tertentu, kemudian meminjam ke pihak penyedia paylater akan masuk dalam akad utang piutang.

Ketika akad tersebut terjadi, pihak paylater kemudian mencantumkan kesepakatan bunga dua persen. Keberadaan bunga atau riba itu yang diharamkan.

BACA JUGA:  Fatwa Haram Paylater, MUI Jawa Timur: Bahaya di Belakangnya

"Jadi, kami tidak justifikasi semua paylater karena sistemnya berbeda-beda, yang kami lihat model akad-nya paylater tersebut," kata Kiai Sholihin saat melakukam konfrensi pers di Kantor MUI Jawa Timur, Jumat (5/8).

Paylater tidak akan diharamkan apabila hanya mencantumkan biaya administrasi yang rasional dan bukan ketentuan soal bunga.

BACA JUGA:  MUI Jatim Perbolehkan Ucapkan Selamat Hari Raya kepada Agama Lain

Selain itu, jika sistem paylater dengan menggunakan akad jual yang langsung mengarah pada penyedia layanan dan dibayarkan secara kredit, hukumnya boleh.

Sekalipun, harga yang relatif lebih mahal dibandingkan dengan harga barang secara tunai.

"Berbeda lagi kalau diolah seperti ini, saya pengguna paylater kemudian ada orang yang jual barang, tetapi saya pas mau beli gak punya uang," katanya.

"Akhirnya, saya minta bantuan, kemudian dia (pihak yang membantu, red) okay saya yang beli. Jadi, saya bukan membeli kepada paylater, tetapi saya membeli ke pembeli barang dengan nominal tertentu, secara kredit itu boleh model seperti itu," jelasnya.

Meski begitu, dia mempertanyakan, apakah ada layanan paylater yang memiliki model pembayaran seperti itu.

"Kan ini yang kami melihat saja, jadi ya kami berharap modelnya yang diubah menjadi halal," ujarnya.

Ditanya soal perbedaan dengan bunga yang ditawarkan bank konvensional, Kiai Sholihin menyebut bahwa hal itu juga haram.

Dia mengacu pada Fatwa MUI Nomor 1/2004 yang menyatakan bahwa bunga dalam perbankan konvensional telah memenuhi riba An-Nasiah, sehingga hukumnya haram.

"Kalau akadnya di dalamnya ada bunga maka hukumnya haram. Jadi begini, riba itu ulama sepakat haram dan yang menentukan itu masuk riba atau bukan, mungkin masih bisa jadi ada perbedaan perspektif," jelasnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif Reporter: Ananto pradana

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM