Kisah Buruh Wanita Asal Lumajang, Berangkat Dini Hari, Demo Tolak Kenaikan Harga BBM

31 Agustus 2022 19:00

GenPI.co Jatim - Ratusan massa buruh memadati Gedung Negara Grahadi, Surabaya untuk menolak wacana pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, Rabu (31/8).

Demo tersebut diikuti buruh pria dan wanita dari berbagai daerah di Jawa Timur, salah satunya Lia Mayangsari, buruh wanita asal Lumajang.

Lia mengaku berangkat dini hari, sekitar pukul 02.00 dari Lumajang untuk ikut dalam aksi demo menolak kenaikan harga BBM yang rencananya berlaku per 1 September 2022.

BACA JUGA:  Ratusan Buruh Bakal Demo BBM di Grahadi, Cek Rutenya

Dia mengaku keberatan karena kenaikan harga BBM tidak dibarengi dengan jumlah UMK yang diterimanya. Belum lagi dengan kenaikan harga bahan pokok.

"Dengan kenaikan BBM seperti ini, bahan pokok dinaikan. UMK tidak dinaikan, tetapi bahan pokok naik kan salah. Seharusnya UMK dinaikan, bahan pokok diturunkan termasuk BBM juga," Kata Lia di sela aksi demo buruh.

BACA JUGA:  Profil Timbul Prihanjoko, Bupati Probolinggo Pengganti Puput Tantriana Sari

Kenaikan harga BBM dirasanya menjadi keresahan bagi masyarakat, utama para buruh wanita yang juga memiliki peran sebagai ibu.

Harga BBM yang naik itu bakal berpengaruh pada perhitungan biaya hidup harian, termasuk juga biaya sekolah anak.

BACA JUGA:  Duh, Gawat! Satu Desa di Probolinggo KLB Difteri

"Kalau kaya gini, gimana kami mau menyekolahkan anak kami," kata ibu satu anak ini.

Sementara itu, ditanya soal pendapatannya perbulan, Lia mengaku, mendapatkan Rp 2.5000.000 sebagai seorang pekerja.

Jumlah itu disebutnya memang di atas UMK Lumajang yang sebesar Rp 2.160.000.

Meski upaya bulanannya melebihi UMK, hal itu tetap dirasanya kurang lantaran melihat besaran kenaikan BBM yang bakal diterapkan.

Sebagaimana yang diketahui, jika pemerintah benar-benar menaikan harga BBM, besaran harga Pertalite bakal menjadi Rp 10.000 perliternya.

"Dua hari sekali isi bensin Rp 30 ribu, itu juga-kan harga Pertalite masih sekian (hitungan harga lama), kalau nanti sudah naik bisa jadi Rp 40-50 ribu," terangnya

"Itu untuk saya yang Rp 2.500.000, apa lagi yang (pendapatannya, red) di bawah itu. Belum lagi mereka yang outsourching yang nantinya setiap saat bisa di PHK," lanjutnya.

Oleh karenanya, Lia beraharap, pemerintah bisa benar-benar menghitung dampak kebaikan harga BBM dengan melihat pendapatan bulanan yang diterima oleh masyarakat.

"Dibuktikan dengan kenaikan harga BBM yang sangat tidak memperhatikan pendapatan rakyat, terutama warga miskin di seluruh Indonesia. Pemerintah sudah tidak ada rasa empati kepada rakyat," ujarnya. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM