Tarif Cukai Naik Jumlah Perokok Malah Meningkat

07 September 2022 08:30

GenPI.co Jatim - Lembaga Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) FEB Universitas Brawijaya merilis hasil survei terkait efektivitas kenaikan harga cukai terhadap jumlah perokok.

Hasilnya didapatkan bahwa perubahan tarif cukai tidak berpengaruh pada minat para perokok, bahkan jumlahnya cenderung terus mengalami kenaikan.

Direktur Pusat Penelitian Kebijakan Ekonomi (PPKE) FEB Universitas Brawijaya Prof. Candra Fajri Ananda mengatakan, kebijakan harga rokok dan tarif cukai tidak selalu serta merta membuat perokok berhenti.

BACA JUGA:  Petani Tembakau Menjerit, Berharap Cukai Tak Naik

Hasil survei di 4 provinsi dengan 1.600 responden menunjukkan bahwa sekitar 95 persen tetap merokok meskipun harga naik.

“Hasil survei tersebut semakin memperkuat argumen bahwa kenaikan harga rokok tidak efektif menurunkan angka prevalensi merokok, karena variabel harga rokok bukanlah faktor utama yang menyebabkan seseorang memutuskan berhenti merokok,” kata Candra, dalam keterangan tertulisnya yang diterima GenPI.co Jatim, Selasa (6/9).

BACA JUGA:  Bea Cukai Malang Musnahkan Barang Ilegal, Sebegini Totalnya

Pun demikian data BPS menunjukkan fakta bahwa prevelansi perokok usia dini turun 3,81 persen pada 2021. Candra mengapresiasi capaian yang sudah sesuai target RPJMN 2019-2024.

“Namun, indikator prevelansi perokok usia di atas 15 tahun tidak mengalami perubahan yang signifikan selama hampir 15 tahun sejak 2007, hal ini menjadi indikasi bahwa kebijakan kenaikan cukai untuk menekan prevalensi merokok kurang efektif,” katanya.

BACA JUGA:  Cukai MBDK Harus Jelas Sasarannya, UMKM Nanti Dulu Lah

Sepuluh tahun terakhir kenaikan harga rokok memang terjadi di Indonesia, khususnya untuk jenis Sigaret Mesin (SKM & SPM).

Kenaikan tersebut berdampak pada turunnya jumlah produksi rokok di pabrik-pabrik. Imbasnya penerimaan negara juga ikut turun.

Data pada 2007 jumlah pabrikan rokok mencapai 4.793, namun kini tersisa 1.003 di 2022. Kondisi serupa juga terjadi pada industri hasil rokok (IHT) yang turun 30 miliar batang dari tahun 2019.

Artinya, kenaikan harga rokok hanya berdampak pada berkurangnya volume produksi rokok legal, namun tidak konsumsi secara agregat

Peredaran rokok ilegal tetap meningkat dalam beberapa tahun belakangan.

“Pada simulasi tersebut jumlah pabrik rokok turun hingga tersisa 831 pabrik karena adanya penurunan volume produksi akibat adanya penurunan permintaan terhadap rokok legal,” katanya. (*)

 

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM