Akademisi di Malang Gelar Diskusi Bahas Pasal Piutang Negara, Ini Katanya

15 Agustus 2023 10:00

GenPI.co Jatim - Akademisi di Malang menggelar diskusi publik yang berlangsung pada Senin 14 Agustus 2023 kemarin, membahas pasal piutang negara.

Mereka membahas mengenai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2022. Ada sejumlah pasal yang disorot dalam PP yang mengatur tentang Pengurus Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara.

Pakar Administrasi Negara Universitas Brawijaya Dewi Cahyani yang hadir dalam cara itu mengatakan, secara ontologis pembentukan PP Nomor 28 Tahun 2022 patut dipertanyakan.

BACA JUGA:  Resmi Menjabat Ketua Percasi Jatim, Achmad Fauzi Sosialisasikan 1 Pesantren 1 Atlet

"Apakah negara bisa disamakan dengan privat dalam piutang negara sehingga bisa mencabut hak-hak keperdataan warga negara dalam hal piutang negara?" katanya dikutip dari keterangan resmi, Selasa (15/8).

Menurutnya ada lima hal yang bisa digugat dari PP Nomor 28 Tahun 2022, seperti instumen hukum apakah bisa dilaksanakan.

BACA JUGA:  Cuaca Jawa Timur 8 Agustus 2023 Cerah, Sedia Payung dan Tabir Surya

"Apakah secara aparatur untuk melaksanakan penyelesaian memiliki kemampuan di tengah ketidakprofesionalan para aparat negara," tanyanya.

Selain itu Dewi Cahyani juga mempertanyakan mengenai masyarakat, apakah siap untuk mendukung pelaksanaan PP Nomor 22 Tahun 2022.

BACA JUGA:  Keren! Anak Pedagang Telur Lulusan Terbaik Unesa, S-2 di Luar Negeri

"Dari budaya hukum apakah bisa mengakomodir kehadiran PP ini," ungkapnya.

Sementara narasumber lainnya, yaitu Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Sumali mengatakan, PP Nomor 28 Tahun 2022 memiliki banyak kecacatan.

"Ini tidak memiliki konsiderans secara filosofis dan sosiologis. Jangan-jangan PP ini dibuat karena pemerintah memang kekurangan akal dan kekurangan dana untuk membangun Ibu Kota Negara," ujarnya.

Dia juga mengaku heran dengan Undang-Undang Panitia Piutang Negara Tahun 1960 baru dibuat peraturan pemerintahannya tahun 2022.

"PP ini sarat dengan dengan aspek perdata dan terlalu luas dampaknya terhadap aspek-aspek layanan publik seperti pelayanan kependudukan, pencekalan, bahkan terlalu melampaui kewenenangan negara,” ungkap pria yang pernah menjadi Hakim Adhoc Tipikor di Palembang dan Denpasar ini.

Sumali berpandangan PP Nomor 28 Tahun 2022 sangat cacat hukum karena tidak mengandung norma.

Maka dari itu Dewi Cahyandari dan Sumali menyarankan PP Nomor 28 Tahun 2022 dilakukan uji materi karena peraturan tersebut cacat dan in just in casu PP aquo bisa dilakukan dengan pengajuan gugatan hak uji materiil ke Mahkamah Agung.

Dari beberapa pasal yang ada di Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 seperti pasal 1 tentang pihak yang memperoleh hak dan kualifikasi penanggung utang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 49 Peratutan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Pasal 38 Ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2022 tentang Pengalihan Hak Secara Paksa begitu Bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM serta Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Pasal 77 PP No. 28/2022 tentang upaya hukum sangat “kontra” dengan UU No 39/1999 tentang HAM yakni yang mengajukan proses hukum dan peradilan merupakan hak setiap individu dalam rangka menjamin dan mempertahankan hak-hak konstitusional. (*)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Fitra Herdianariestianto

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM