BRI Sukses Bertransformasi di Tangan Pemimpin yang Kuat

31 Agustus 2023 12:30

GenPI.co Jatim - Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk terus melakukan berbagai inovasi untuk tetap tumbuh.

Transformasi BRI ini dilakukan sebagai respon atas risiko strategi menjadi keniscayaan bagi korporasi untuk mempertahankan pertumbuhan berkelanjutan yang tangguh.
Hal ini itu menjadi hal sesuatu yang sangat penting dilakukan oleh sebuah perusahaan perbankan di tengah berbagai tantangan zaman.

Keberhasilan transformasi pun akan ditentukan pada pucuk kepemimpinan yang kuat.

BACA JUGA:  Sepatu Sutera Karya Difabel dan Buruh Tani Binaan BRI Diborong Jokowi hingga Artis Kondang

Hal itu diungkapkan Direktur Utama BRI Sunarso dalam seminar bertajuk ‘Leadership in Changing Atmosphere’ yang diselenggarakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Institute, Kamis (24/8).

Sunarso menjelaskan bahwa dalam Basel III pada framework industri keuangan khususnya perbankan dalam mengelola risiko, terdapat 8 hal yang harus dikelola dengan baik.

BACA JUGA:  BRI dan Chandra Asri Sepakat Tingkatkan Rantai Pasok Industri Petrokimia Nasional

Kedelapan hal tersebut adalah risiko kredit, risiko pasar, risiko likuiditas, risiko operasional, risiko hukum, risiko reputasi, risiko strategi, dan risiko kepatuhan.

Yang menjadi perhatian serius salah satunya adalah risiko strategi.

BACA JUGA:  Jadi Investor Surat Berharga Negara Gampang Banget kalau Pakai BRImo

“Ini risiko yang mengekspos kita dan berakibat pada gagalnya kita bersaing. Karena strategi yang kita terapkan tidak tepat, kurang tepat, atau sedikit kurang tepat, atau terlambat. Jadi, cara merespon strategic risk yang paling utama adalah kemauan kita untuk berubah. Dan itulah yang kita sebut transformasi,” katanya.

Baginya, mengelola sebuah transformasi adalah hal yang tidak mudah, bahkan karakternya sama seperti mengelola sesuatu yang dilematis karena hasil sebuah transformasi butuh waktu yang cukup panjang.

“Sering seorang CEO takut melakukan transformasi, karena apa? Mengejar aspirasi jangka panjang, menyelamatkan perusahaan jangka panjang, tapi mengorbankan kinerja perusahaan hari ini. Tetapi sebaliknya kalau terlalu mengejar kinerja hari ini, maka kemudian risiko strategi itu makin terakumulasi, sulit untuk bangkit. Maka ditandai dengan gagalnya sebuah korporasi,” tuturnya.

Ada 4 syarat agar transformasi menjadi sukses. Pertama, harus jelas obyek yang ditransformasikan.

BRI sudah melakukan dua hal fundamental dalam transformasi yaitu digital dan culture sejak 2016, Sunarso bahkan terlibat langsung sejak awal transformasi tersebut dilakukan.

Kedua, harus ada pemimpin yang menggerakkan dalam bertransformasi, dalam hal ini pimpinan tertinggi memegang peranan paling penting.

“Penelitian menunjukkan bahwa leadership dan culture merupakan hal yang paling sulit ditiru oleh kompetitor. Ini yang menjadi tantangan membangun keunggulan daya saing jangka panjang,” lanjutnya.

Ketiga, seluruh aktivitas dan aspirasi transformasi itu harus di buy-in atau dikehendaki oleh seluruh karyawan.

Keempat, transformasi harus menjadi mekanisme kesisteman. Oleh karena itu, transformasi harus ditulis, disusun dalam bentuk blueprint.

Dalam menyusun blueprint transformasi, manajemen memetakan kekuatan dan kelemahan perseroan juga memetakan tantangan yang dihadapi serta peluang yang dimiliki.

Penyusunan visi dan misi dan realisasinya juga sangat penting untuk dilakukan sebagai pedoman.

Selanjutnya, merancang struktur organisasi termasuk menyusun bisnis model, hingga mendesain new business model.

Hal itu dilakukan untuk menciptakan efisiensi dan men-create value baru. Di mana menjadi tugas seorang CEO untuk creating value. Dalam hal itulah transformasi digital BRI memiliki dua fungsi yaitu efisiensi dan men-create new business model yang sebelumnya tidak pernah ada sama sekali sehingga menciptakan value baru.

“Terakhir yang harus kita desain adalah perilaku kolektif yang efektif untuk mencapai tujuan. Itulah yang kita sebut mendesain culture. Jadi culture di sini adalah agregasi dari perilaku-perilaku individu, mindset individu yang secara kolektif itu adalah sangat efektif untuk mencapai tujuan bersama. Saya kira itu prinsip-prinsip untuk transformasi,” terang Sunarso.

Dengan transformasi tersebut, BRI ingin merealisasikan dua visi besar pada 2025.
Pertama adalah Champion of Financial Inclusion dan yang kedua menjadi The Most Valuable Banking Group in South East Asia.

Hal itu senada dengan apa yang disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Mirza Adityaswara yang menghadiri acara tersebut.

Dia menekankan bahwa adaptasi atau transformasi harus diperhatikan dan dilakukan dalam menghadapi tantangan yang terus berubah seiring zaman. Menurutnya, “changing atmosphere” adalah sesuatu yang selalu ada.

Sebagai manusia, adaptasi atau transformasi perlu terus dilakukan. Dia mencontohkan, bagaimana pandemi Covid-19 mengubah segalanya. Mendorong dunia pada krisis ekonomi, krisis kemanusiaan, dan tentunya krisis kesehatan. Sehingga, pada saat itu, berbagai belahan dunia mengalami ekonomi yang negatif.

“Dan dampak negatifnya besar sekali. Oleh karena itu, kalau kita bicara sebagai korporasi, sebagai perusahaan, baik itu perusahaan besar, menengah, kecil, kita harus bisa beradaptasi terhadap perubahan tersebut,” ucapnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Genpico
BRI   BBRI   Transformasi   Leadership   OJK   digital   culture  

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM