Dosen Unair Soal Penendang Sesajen, Bangsa ini Perlu Memaafkan

18 Januari 2022 08:30

GenPI.co Jatim - Pakar Sosiologi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Prof. Bagong Suyanto punya pandangan sendiri terkait penendang sesajen di Semeru.

Menurutnya, kasus dengan pelaku berinisial HF asal Lombok Timur itu bisa diselesaikan kekeluargaan.

Bangsa Indonesia juga perlu belajar memaafkan dan memahami orang yang tidak mengerti.

BACA JUGA:  Penendang Sesajen Hanya Pasrah, Polisi Tetapkan Sebagai Tersangka

"Menurut saya memang, tidak perlu memperpanjang masalah ini sampai ke ranah hukum. Kita bisa menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan dan yang terpenting ketika pelaku sudah meminta maaf maka ya selesai permasalahannya," ujarnya, Senin (17/1).

Staf pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Unair itu melanjutkan, ada kemungkinan pelaku tidak mengetahui adat istiadat setempat.

BACA JUGA:  Polda Jawa Timur Beber Fakta Baru Terkait Penendang Sesajen

"Pelaku ini kan tidak berasal dari wilayah Lumajang sehingga mungkin tidak mengetahui adat-istiadat setempat," katanya.

Pun demikian, Bagong tetap tidak setuju dengan tindakan penendangan dan pembuangan sesajen tersebut.

BACA JUGA:  Bupati Lumajang Berkeras Ingin Bertemu Pelaku Penendang Sesajen

Indonesia, kata dia, merupakan bangsa multikulturalisme. Penting setiap orang untuk menghargai perbedaan.

"HF kan orang luar daerah yang datang ke komunitas lokal (masyarakat Lumajang). Maka dia harus berempati dan belajar memahami perbedaan," kata dia.

Dia menilai, tidakan HF yang menganggap lain tetap tidka bisa dibenarkan. "Karena nanti akan ada kelompok-kelompok lain yang tersinggung," kata dia.

Peristiwa tersebut, kata Bagong, bisa menjadi pelajaran bersama. Penting bagi masyarakat untuk mengenal ritual dari agama dan kepercayaan lain.
"Itu penting sebagai bekal hidup di negara yang penuh perbedaan ini," tegasnya.

Bagong mengatakan, setiap masyarakat boleh saja mempercaayai dan mengimani suatu keyakinan. Namun, tak perlu juga menyalahkan atau merendahkan yang lainnya. terlebih bila sampai menyinggung keyakinan lainnya.

"Jadi masyarakat harus betul-betul memahami bahwa kita hidup di lingkungan yang beraneka ragam. Sehingga ketika hendak menilai suatu kelompok lain yang berbeda, janganlah memakai ukuran kita sendiri," katanya. (ant)

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Redaktur: Baehaqi Almutoif

BERITA TERKAIT

Copyright © 2024 by GenPI.co JATIM