Jatim.GenPI.co - Kasat Reskrim Polresta Malang Kota Kompol Tinton Yudha Riambodo memastikan tidak ada unsur pidana pada kasus dugaan fetish mukena.
Keputusan tersebut diambil usai mendengar pendapat pakar dari ahli bahasa dan Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur serta ahli bahasa.
"Dari hasil koordinasi dengan Diskominfo Jawa Timur, kasus tersebut tidak termasuk dalam UU ITE dan asusila," kata Tinton, Senin (21/9).
Berikut fakta terbaru dari fetish mukena di Malang
1. Tidak ada unsur asusila
Hasil konsultasi kepolisian dengan ahli bahasa menyebutkan bahwa unggahan maupun komentar di Twitter terputus, dan belum masuk dalam kategori asusila, pornografi, atau penghinaan.
Selain itu, tidak ditemukan tulisan atau komentar yang dilakukan oleh pihak terlapor berinisial DA, tetapi dari orang lain.
2. Hasil tes psikologis menyebutkan mengarah fetish
Tes yang dilakukan Psikolog Klinis Sayekti Pribadiningtyas menyatakan bahwa terlapor DA mengidap gangguan fetisisme mukena.
"Jadi, kategorinya sudah masuk dalam gangguan, fetisisme mukena, yang diidapnya sejak kelas 4 SD. Kategori gangguan itu sekurang-kurangnya dilakukan 6 bulan secara intens terhadap satu objek," kata Sayekti.
DA disebutka memiliki ketertarikan dengan mukena dibanding benda lainnya. "DA tidak mampu menahan dan mengendalikan fetisisme mukena tersebut," katanya.
3. Terlapor lebih tertarik dengan mukena bukan modelnya
Sayekti juga mengungkapkan bahwa terlapor DA tertarik dengan dengan mukena, bukan pada model perempuan yang menggunakan mukena tersebut.
4. Butuh pendampingan yang lama
Fetish pada terlapor DA memerlukan terapi dan intervensi psikologis secara mendalam dalam waktu yang cukup lama.
"Secara profesional, saya sebagai psikolog klinis mengatakan bahwa DA memerlukan terapi dan intervensi psikologis secara mendalam dalam jangka waktu yang cukup lama," kata dia
Sementara itu, terlapor DA mengatakan siap bertanggung jawab apabila ada unsur pidana dari perbuatannya tersebut. Ia juga menyatakan akan menjalani perawatan dan penyembuhan didampingi para psikolog. (ant)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News