Tubagus bersaksi, bahwa suara isak tangis perempuan dan anak-anak masih terus menghantuinya ketika dia berkunjung ke stadion atau mendengar kata sepak bola.
“Sudah tidak ada lagi Arema. Saya putuskan hari ini tidak akan lagi ada kata Arema dalam hidup saya, apa itu sepak bola jika akhirnya adalah seperti ini,” imbuhnya.
Derbi Jawa Timur, Arema FC vs Persebaya Surabaya yang berakhir duka akan terus dia kenang. Peristiwa ini sangat menyayat hati Tubagus.
BACA JUGA: Pelatih Arema FC Buka Suara Pasca-kalah dari Persebaya
Menurutnya, slogan sepak bola tidak sebanding dengan nyawa sudah bosan dia dengarkan dan terus digembar-gemborkan.
Hal ini merujuk pada kejadian Sabtu (1/10) malam, dimana saat kejadian meletus, banyaknya suporter yang ingin keluar akibat tembakan gas air mata, justru mengalami kesulitan.
BACA JUGA: Gubernur Khofifah Siapkan Santunan untuk Korban Tragedi Kanjuruhan
Minimnya tenaga medis dan akses keluar yang padat suporter, menjadi faktor utama banyaknya korban jiwa berjatuhan.
Menurutnya, 10 menit terakhir pertandingan pintu masih belum terbuka, bahkan ketika ada peristiwa tembakan gas air mata pintu pun tak kunjung terbuka.
BACA JUGA: Tragedi Kanjurahan Tak Ada Hubungannya dengan Bonek
“Basi jika bilang sepak bola taruhan nyawa. Ini peristiwa kemanusiaan. Harus ada yang tanggung jawab,” pungkasnya. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News