Perajin Tempe Pusing Tujuh Keliling, Pemasukan Semakin Menipis

Perajin Tempe Pusing Tujuh Keliling, Pemasukan Semakin Menipis - GenPI.co JATIM
Ghofur, salah seorang pengrajin tempe di Kampung Tempe, Jalan Tenggilis Kauman, Kota Surabaya. (foto : Ananto Pradana/genpi.co jatim).

GenPI.co Jatim - Kondisi harga kedelai yang menyentuh angka Rp11 ribu per kilonya disesalkan perajin tempe Kota Surabaya. Apalagi, hal itu terjadi di masa-masa sulit akibat pandemi Covid-19.

Ghofur R salah satunya. Perajin asal Kampung Tempe, Jalan Tenggilis Kauman, Kota Surabaya itu menilai lonjakan harga kedelai ini semakin membuat usahanya sepi.

"Turun (permintaan tempe, red). Faktornya banyak, kayak minyak (goreng, red) juga mahal, otomatis orang juga malas goreng. Itu juga pengaruh kan," terang Ghofur, Kamis (17/2).

BACA JUGA:  Harga Kedelai Meroket, Perajin Tempe Surabaya Menjerit

Sebelumnya Gofhur dalam sehari bisa memproduksi sekitar 1 kuintal tempe, tapi sejak pandemi Covid-19 merebak hanya 75 kilogram.

Kenaikan kedelai ini tentu semakin mempersulit ruang gerak bisnisnya sebagai perajin tempe. Ongkos produksi pun kian membengkak.

BACA JUGA:  Kriuknya Kripik Tempe Kekinian Mahasiswa Unair, Sudah Coba?

"Dulu cuma Rp75 ribu (harga tempe se-papan, red). Ya sekarang Rp90 ribu, itu sudah nipis (untung, red) dan harus kerja bakti," katanya.

Dia mengungkapkan, mayoritas pelanggannya merupakan para penjualan eceran. Namun, tak jarang juga pria 51 tersebut menyuplai warung-warung di beberapa lokasi yang dekat dengan kediamannya.

BACA JUGA:  Olahan Tempe yang Tepat Bisa Menurunkan Kolesterol

"Saya jualan di rumah, ini (tempe, red) diambil juga sama yang keliling daerah, kayak Jalan Panjang Jiwo. Yang ambil warung-warung juga ada, dia ambilnya di sini ya untuk jual lagi," terangnya.

Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News

Berita Sebelumnya
Berita Selanjutnya