
Anthoni menyebut, proses riset juga dilakukan dengan mereaksikan fly ash dengan kalsium hidroksida. Hal itu sama dengan metode pembuatan beton romawi.
"Kemudian juga sampai dengan 100 persen yang kami namakan self semending konkret. Jadi, cuma pakai fly ash dicampur air, pasir dan kerikil itu bisa jadi juga. Jadi, kami dapatkan sampai (tekanan) 20-30 MPA (megapascal)," terangnya.
Fly ash juga direaksikan dengan alkali aktivator yang merupakan bahan kimia dengan pH tinggi. Kemudian, agar bisa membentuk beton dilakukan pencampuran bersama pasir dan kerikil. "Bisa mengeras juga itu yang kita namakan (material) geopolimer," jelasnya.
BACA JUGA: Keren! Mahasiswa ITS Rancang Eduly, Aplikasi Donasi untuk Sekolah
Anthoni menyebut, jenis geopolimer lebih kuat ketimbang beton semending. Bahkan, diperkirkan bisa mencapai 2-3 lipat kekuatannya.
"Beton yang semending pemakaian yang lebih rendah, untuk rumah masih cukup. Jadi, (geopolimer) digunakan untuk elemen-elemen bangunan besar," terangnya.
BACA JUGA: Chantink Lamp, Lampu Hias Unik Asal Malang
Sementara itu, penggunaan fly ash sebagai bahan beton saat ini memang sudah dimanfaatkan di Indonesia.
Sekalipun sudah dilakukan, namun kadar kandungan fly ash dalam benton terbilang rendah, yakni hanya tak sampai 50 persen.
BACA JUGA: Zeru Moffin, Sepatu Lokal Kediri yang Boleh Diadu Kulitasnya
"Sampai 30 persen sudah ada yang memanfaatkan fly ash, tapi kalau diatas itu belum ada di Indonesia," terangnya.
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News