
Tjutjuk menyebut, kasus HIV/AIDS yang tak terdeteksi ini bisa menimbulkan mata rantai penyakit di masyarakat.
Selain itu, pihaknya juga menyoroti banyak yang terjangkit HIV/AIDS ini masih berusia 20-29 tahun.
"Miris melihat data ini, sebab mayoritas kasus ini terjadi pada anak-anak muda," katanya.
BACA JUGA: Sejumlah Remaja di Tulungagung Disebut Terinfeksi HIV/AIDS
Banyaknya anak muda yang terjangkit HIV/AIDS ini menandakan pendidikan seksual sejak dini kurang efektif.
"Terutama terkait penggunaan kontrasepsi yang menyebabkan kebijakan kita menjadi tidak tegas dan terkesan abu-abu," ujarnya.
BACA JUGA: Meski Kasus Covid-19 Landai, Pemkot Surabaya Siapkan Rumah Sakit
Tjutjuk juga meminta ada sosilisasi terkait HIV/AIDS di lingkungan kerja. Bisa dengan memanfaatkan media sosial, advokasi publik, hingga melalui serikat pekerja.
"Tidak hanya untuk mengurangi angka HIV, namun juga untuk mematahkan stigma dan diskriminasi pada ODHA (orang dengan HIV/AIDS)" imbuhnya.
BACA JUGA: Wali Kota Surabaya Keluarkan Instruksi Tegas, Warga Perhatikan
Tjutjuk menambahkan, pelaksanaan mobile Voluntary Counseling and Testing (VCT), yakni tes HIV yang dilakukan pada populasi berisiko tinggi bisa berjalan di Kota Surabaya, pada tahun 2022. (*)
Silakan baca konten menarik lainnya dari GenPI.co di Google News